Senin, 26 November 2012

Ciri-ciri Dan Gejala Penyakit Jantung

Bagian tubuh yang mempunyai bentuk otot dan berkerucut ini dapat diserang penyakit. Jantung adalah bagian vital di tubuh kita loh, akan tetapi bilamana gaya hidup yang tidak baik sering kali membuat jenis penyakit jantung muncul. Kadang, penyakit jantung di sebabkan penyakit lainnya seperti penyakit darah tinggi maupun penyakit ginjal. Sedangkan penyakit jantung adalah penyakit pembunuh nomer satu. Maka dari itu, sayangilah jantung bila tidak ingin penyakit jantung menyerang.


Penyakit ini tidak memandang usia baik itu dewasa, remaja, balita, pria atau wanita. Semua tingkat manusia dapat terserang penyakit ini. Umumnya, karena pola hidup yang kurang sehat sehingga dapat menimbulkan gejala penyakit jantung. Sehingga, penyakit lainnya dapat mengakibatkan kesehatan jantung semakin menurun. Nah .. bila anda sudah merasakan ada gejala penyakit jantung seperti om jelasin paparin dibawah ini sebaiknya mulai diperhatikan.

Berikut adalah Ciri-Ciri Gejala Penyakit Jantung :

1. Gejala sesak nafas
Bila anda mengalami pernafasan yang tidak stabil alias sesak nafas, waspadalah. Biasanya yang terkena penyakit asma. Akan tetapi serangan sesak nafas merupakan salah satu gejala dari penyakit jantung. Penjelasannya adalah apabila ada penyakit jantung kadang – kadang ada cairan yang masuk ke dalam rongga paru – paru, maka sangat mengganggu udara ketika masuk ke paru – paru hingga akhinya mengalami sesak nafas. Apabila ketika tidur atau berisitrahat, anda mengalami sesak nafas, maka anda termasuk kedalam kategori penyakit jantung kronis atau tingkat lanjut.
2. Sering pusing bahkan pingsan
Bila anda sering mengalami pusing dikepala hingga akhirnya pingsan, maka itu adalah salah satu gejala penyakit jantung. Umumnya, para penderita penyakit jantung mengalami hal itu. Hal ini akibat dari sistem kerja otot jantung yang mulai melemah sehingga darah yang dipompa tidak bekerja secara normal dan pasokan darah ke seluruh bagian tubuh menjadi kacau.
3. Sering mengalami nyeri
Bila anda mengalami nyeri dibagian tubuh tertentu, biasanya disebabkan suplai pasokan darah mengalami kekurangan dibeberapa bagian tubuh. Sehingga tubuh mengalami kram atau nyeri. Selain itu, dibagian dada juga mengalami nyeri setiap hari. Bila anda mengalami gejala ini segera periksa ke dokter.
4. Jantung sering berdebar-debar atau disebut Palpitasi
Gejala yang satu ini patut diwaspadai juga.Gejala jantung sering berdegup kencang tanpa alasan sering muncul anda harus periksa ke dokter secepatnya. Biasanya gejala ini dibarengi dengan gejala penyakit lainnya.
5. Gampang lelah dan pening
Bila badan sering lemah biasanya ada pasokan darah ke dalam tubuh tidak bekerja secara normal. Agar kinerja jantung anda tidak melemah alangkah baiknya periksa secara rutin dan berolah raga yang ringan. Hindari kebiasaan buruk seperti minuman keras, candu, merokok atau lainnya. Selain itu imbangilah dengan gaya hidup sehat dengan makan berbahan alami.
6. Gangguan pencernaan
Dalam satu studi diketahui wanita dua kali lebih mungkin mengalami muntah, mual dan gangguan pencernaan selama beberapa bulan menjelang serangan jantung dibanding pria. Kondisi ini terjadi karena sumbatan lemak di arteri akan mengurangi suplai darah ke jantung yang biasanya terjadi di dada kadang bisa muncul di perut.
Hal ini tergantung pada bagian mana dari jantung yang mengalami gangguan sehingga ia mengirimkan sinyal rasa sakit di bagian tubuh yang lebih rendah dari dada.
Beberapa cara bisa dilakukan untuk mencegah serangan jantung seperti menjaga kadar lemak darah kolesterol, menjaga tekanan darah agar terkontrol, berhenti merokok, menghindari makanan berlemak, mencukupkan konsumsi sayur dan buah, berolahraga teratur, mengurangi berat badan serta mengurangi stres.
Terima kasih telah membaca artiukel tentang Kenali Ciri-Ciri Gejala Penyakit Jantung Sejak Dini semoga bermanfaat dan baca juga Makanan Paling Baik Untuk Kesehatan Jantung | Mencegah Penyakit Jantung dan jangan lupa di share ke teman2 ok....

PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD atau PPE) PADA PARA PEKERJA


Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan dalam mengendalikan bahaya di tempat kerja untuk menurunkan tingkat kecelakaan akibat kerja,yaitu:
  1. Engineering control,yaitu dengan menambahkan berbagai peralatan dan mesin yang dapat mengurangi bahaya dari sumbernya. Contohnya adalah penggunaan exhaust dan system ventilasi untuk meminimalisir bahaya debu atau gas. Akan tetapi pengendalian dengan system engineering control membutuhkan dana yang besar.
  2. Administrative control,yaitu dengan membuat berbagai prosedur kerja termasuk kebijakan manajemen dalam implementasi K3. Tujuannya adalah agar pekerja bekerja sesuai dengan instruksi yang sudah ditetapkan sehinggan kecelakaan atau kesalahan kerja dapat dihindari. Termasuk didalam adminstarsi control yaitu dengan menyediakan alat pelindung diri (APD) atau personnel pertective equipment (PPE) bagi setiap pekerja yang terpajan dengan bahaya di tempat kerja.
  3. Metoda lain yang dapat digunakan untuk pengendalian bahaya adalah Inherently Safer Alternative Method,dimana metoda ini memiliki empat strategi pengendalian bahaya,yaitu:
    1. Minimize; yaitu dengan cara meminimalkan tingkat bahaya dari sumbernya dengan cara mengurangi jumlah pemakaian atau volume penyimpanan dan proses.
    2. Substitue; yaitu dengan cara mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang berbahaya. Contohnya hádala menggunakan metoda water base sebagai pengganti solven base. Water base lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan solven base.
    3. Moderate; Mengurangi bahaya dengan cara menurunkan konsentrasi bahan kimia yang digunakan. Contohnya adalah menggunakan bahan kimia dengan konsentrasi yang lebih rendah sehingga tingkat bahaya pajanannya menjadi lebih rendah.
    4. Simplify; Mengurangi bahaya dengan cara membuat prosesnya menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah di control.
Semua metoda pengendalian tersebut dapat dilakukan secara bersamaan,karena tidak ada satu metodapun yang betul-betul bisa menurunkan bahaya dan resiko sampai pada posisi nol,artinya para pekerja masih besar kemungkinanya terpajan terhadap bahaya ditempat kerja. Untuk itu sebagai pertahanan dan perlindungan terakhir bagi pekerja adalah dengan menggunakan APD.
Berdasarkan Undang-Undang RI No. 1 tahun 1970 bahwa pengurus atau pimpinan tempat kerja berkewajiban menyediakan alat pelindung diri (APD/PPE) untuk para pekerja dan para pekerja berkewajiban memakai APD/PPE dengan tepat dan benar. Tujuan dari penerapan Undang- Undang ini adalah untuk melindungi kesehatan pekerja tersebut dari risiko bahaya di tempat kerja. Jenis APD/PPE yang diperlukan dalam berbagai aktifitas kerja di industri sangat tergantung pada aktifitas yang dilakukan dan jenis bahaya yang terpapar.
Kesadaran para pekerja akan penggunaan alat pelindung diri (APD) dalam bekerja ternyata masih sangat rendah. Berdasarkan temuan dari survei  yang penulis lakukan sejak tahun 2004 sampai saat ini  banyak sekali ditemukan kesalahan dan kekurangan dalam menggunakan APD di berbagai perusahaan baik lokal maupun yang berskala international (lihat grafik). Ada dua faktor utama yang melatar belakangi masalah ini yaitu rendahnya tanggung jawab management terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja dan rendahnya tingkat kesadaran para pekerja dalam menggunakan APD.
Manajemen sebagai wakil dari pemegang saham atau pemilik perusahaan sepenuhnya bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan pekerja di tempat kerja dengan menyediakan tempat kerja yang aman dan alat pelindung diri yang memadai. Namun pada kenyataannya manajemen perusahaan masih menempatkan keselamatan dan kesehatan pekerja diurutan bawah dari skala prioritas dari suatu program perusahaan terutama kalau sudah berhubungan dengan anggaran keuangan. Sebagai dampak dari hal tersebut para pekerja hanya diberikan APD seadanya tanpa mempertimbangkan tingkat bahaya di tempat kerja yang dihadapi setiap hari,tidak mendapatkan pelatihan yang mencukupi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kerja dan bahkan ada perusahaan yang secara sengaja membodohi para pekerja dengan mengatakan pekerjaan yang mereka lakukan tidak berdampak terhadap kesehatan pekerja atau tidak berbahaya. Adabeberapa alasan klasik yang selalu dikemukakan oleh pihak manajemen tehadap para pekerja dalam penyediaan APD yaitu:
  1. Anggarannya terlalu besar,keuangan perusahaan tidak mampu mendanainya.
  2. APD yang tersedia sudah mencukupi karena banyak perusahaan lain juga menggunakan APD yang sama,Meskipun sebenarnya APD tersebut tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan.
  3. Tingkat paparan masih dibawah nilai ambang batas (NAB).
  4. Tidak di rekomendasikan oleh induk perusahaan.
  5. Kondisi seperti ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan tidak ada masalah.
Dengan alasan-alasan tersebut akhirnya para pekerja dipaksa menerima APD seadanya atau bahkan tanpa APD dalam bekerja (lihat grafik).
Dalam berbagai survey yang dilakukan juga di temukan banyak perusahaan yang sudah menyediakan APD yang sangat baik buat para pekerja,bahkan ada beberapa perusahaan yang menyediakan APD secara berlebihan atau over spec bagi para pekerja. Namun masalah yang dihadapi oleh pihak manajemen adalah rendahnya tingkat kesadaran para pekerja dalam menggunakan APD secara benar selama bekerja. Banyak pekerja yang main kucing-kucingan dengan supervisor atau manager dalam menggunakan APD. Dalam beberapa diskusi dengan para pekerja dan berdasarkan observasi penulis ditemukan beberapa alasan akan rendahnya kesadaran para pekerja akan penggunaan APD,yaitu:
  1. Ketidak nyamanan dalam penggunaan APD selama bekerja. Ini merupakan alasan yang paling banyak dikemukakan oleh para pekerja. Ketidak nyamanan disini diantaranya adalah panas,berat,berkeringat atau lembab,sakit,pusing,sesak dan sebagainya.
  2. Merasa bahwa pekerjaan tersebut tidak berbahaya atau berdampak pada kesehatannya. Terutama bagi para pekerja yang sudah bertahun-tahun melakukan pekerjaan tersebut.
  3. Kesalah pahaman terhadap fungsi APD akibat kurangnya pengetahuan akan fungsi dan kegunaan APD.
  4. APD menggangu kelacaran dan kecepatan pekerjaan.
  5. Susah menggunakan dan merawat APD.
Hal lain yang juga ditemukan dalam survey ini adalah penggunaan APD yang tidak tepat atau sesuai dengan paparan bahaya yang dihadapi. Hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan atau informasi tentang APD dan jenis atau kondisi bahaya yang dihadapi. Banyak perusahaan yang menjual APD tidak memberikan informasi atau training yang memadai tentang penggunaan,fungsi,jenis,aplikasi,perawatan APD dan dampak kesehatan pengunaan APD.
Apabila APD digunakan secara benar dan sesuai dengan spesifikasi yang di tetapkan,maka tingkat kecelakaan dan sakit akibat kerja akan dapat dikurangi. Penurunan tingkat kecelakaan dan sakit akibat kerja akan meningkatkan produktivitas kerja sehingga perusahaan akan menjadi lebih sehat. Untuk mencapai hal ini maka kondisi-kondisi berikut harus terpenuhi:
  1. Adanya komitmen dari manajemen untuk melindungi pekerja,salah satunya dengan menyediakan APD yang sesuai dengan standar.
  2. Adanya kebijakan/prosedur/WI yang mengatur penggunaan APD bagi pekerja.
  3. Adanya training secara regular tentang tata cara pengenalan resiko,pengendalian resiko dan penggunaan APD.
  4. Adanya program komunikasi untuk meningkatkan awareness pekerjang dalam menggunakan APD seperti regular meeting,poster,stiker dan singnage.
  5. Pekerja mengetahui dengan baik bahaya-bahaya yang ada di tempat kerja.
  6. Pekerja mengetahui dengan baik dampak kesehatan dari pajanan bahaya-bahaya tersebut.
  7. Pekerja mengetahui dengan baik cara-cara pengendalian bahaya tersebut.
  8. Pekerja mendapatkan APD yang sesuai dengan pajanan bahaya yang dihadapi.
  9. Pekerja secara konsisten dan benar menggunakan APD pada saat melakukan pekerjaan.
  10. Pekerja memakai APD secara tepat dan benar selama bekerja.
Hazards
Berdasarkan jenisnya,bahaya dapat diklasifikasikan atas:
1.         Primary Hazards
  1. Bahaya fisik,misalnya yang berkaitan dengan peralatan seperti bahaya listrik.
  2. Bahaya kimia,misalnya yang berkaitan dengan material/ bahan seperti antiseptik,aerosol,insektisida,dan lain-lain.
  3. Bahaya biologi,misalnya yang berkaitan dengan mahluk hidup yang berada di lingkungan kerja seperti virus dan bakteri.
  4. Bahaya psikososial,misalnya yang berkaitan aspek sosial psikologis maupun organisasi pada pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat memberi dampak pada aspek fisik dan mental pekrja. Seperti misalnya pola kerja yang tak beraturan,waktu kerja yang diluar waktu normal,beban kerja yang melebihi kapasitas mental,tugas yang tidak berfariasi,suasana lingkungan kerja yang terpisah atau terlalu ramai dll sebagainya. (Djunedi,2007)
 2.   Secondary hazard (bahaya sekunder)
Secondary hazard atau disebut juga bahaya sekunder adalah bahaya yang muncul sebagai akibat terjadinya interaksi antara komponen-komponen pekerjaan (yang juga bisa berfungsi sebagai sumber primary hazard). Interaksi ini sering kita sebut sebagai pekerjaan/ sistem kerja (Djunedi,2007).

Pengendalian Hazards

Pengendalian risiko akan sangat bergantung pada tingkat/ derajat risiko yang ada. Pada umumnya pengendalian risiko dapat dibagi atas:
1.  Pengendalian engineering
Pengendalian risiko dengan cara ini misalnya dengan melakukan perubahan desain sistem kerja,  pemasangan machine-guarding,dan lain sebagainya.
2.   Pengendalian administratif
  • Pembuatan standard operating procedure (SOP),pengaturan waktu gilir kerja (shift work),rotasi,dan lain-lain
  • Pelatihan
  • Penggunaan alat pelindung diri
Pada umumnya program safety yang dilakukan di perusahaan dapat digolongkan atas dua bagian besar yaitu:
  1. Sistem Manajemen Keselamatan (safety)
  2. Program teknis operasional
Alat Pelinding Diri (APD)
Definisi APD dalam HSE regulasi adalah semua peralatan yang melindungi pekerja selama bekerja termasuk pakaian yang harus di pakai pada saat bekerja,pelindung kepala (helmet),sarung tangan (gloves),pelindung mata (eye protection),pakaian yang bersifat reflektive,sepatu,pelindung pendegaran (hearing protection) dan pelindung pernapasan (masker). [HSE,1992]
Penggunaan APD di tempat kerja di sesuaikan dengan pajanan bahaya yang di hadapi di area kerja. Berikut adalah jenis bahaya dan APD yang diperlukan:
Tabel . Jenis bahaya dan APD yang diperlukan
No
Tubuh Yang Dilindungi
Bahaya
APD
1MataPercikan bahan kimia,debu,proyektil,gas,uap,radiasisafety spectacles,goggles,faceshields,visors.
2KepalaKejatuhan benda,benturan,rambut tertarik mesinHelmet
3Sistem pernapasanDebu,gas,uap,fume,kekurangan oksigenRespirator,alat bantu pernapasan
4Melindungi badanPanas berlebihan,tumpahan atau percikan bahan kimiaCover all,pakaian anti panas/api
5TanganPanas,terpotong,bahan kimia,sengatan listrikSarung tangan
6KakiTumpahan bahan kimia,tertimpa benda,sengatan listrikSepatu safety

Sejarah Perkembangan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

PPNI adalah perhimpunan seluruh perawat indonesia, didirikan pada Tanggal 17 Maret 1974. Kebulatan tekad spirit yang sama dicetuskan oleh perintis perawat bahwa tenaga keperawatan harus berada pada wadah/organisasi nasional (fusi dan federasi).
Sebagai fusi dari beberapa organisasi yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali perubahan baik dalam bentuknya maupun namanya. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Velpleger Boemibatera (PKVB) yang didirikan pada tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan dengan tugas mulia yang dilaksanakan dalam merawat orang sakit. Lahirnya Sumpah Pemuda tahun 1928 mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Velpleger Indonesia (PKVI). Pergantian kata Boemibatera menjadi Indonesia pada PKVI bertahan hingga tahun 1942.
Pada masa penjajahan Jepang perkembangan keperawatan di Indonesia mengalami kemunduran dan merupakan zaman kegelapan bagi bagi keperawatan Indonesia. Pelayanan keperawatan dikerjakan oleh orang yang tidak memahami ilmu keperawatan, demikian pula organisasi profesi tidak jelas keberadaannya.
Bersama dengan Proklamasi 17 Agusutus 1945, tumbuh Organisasi Profesi Keperawatan. Setidaknya ada tiga organisasi profesi antara tahun 1945 – 1954 yaitu:
1. Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI)
2. Persatuan Djuru Rawat Islam (PENJURAIS)
3. Serikat Buruh Kesehatan (SBK)
Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi profesi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI). Sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan Serikat Buruh Kesehatan (SBK) karena terlibat dengan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Dalam kurun waktu 1951 – 1958 diadakan Kongres di Bandung dengan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan Indonesia (PPDKI) dengan keanggotaan bukan dari perawat saja. Demikian pula pada tahun 1959 – 1974, terjadi pengelompokan organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan (SBK) bergabung menjadi satu organisasi Profesi tingkat Nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang resmi dipakai sebagai nama Organisasi Profesi Keperawatan di Indonesia hingga saat ini.
Sejak tahun 1974 sampai sekarang, PPNI terus menguatkan langkahnya untuk menjadi organisasi profesi yang kuat dan mampu mengayomi bagi setiap anggotanya. PPNI telah menaungi perawat Indonesia di 33 Provinsi termasuk institusi pendidikan tinggi keperawatan dan merepresentasikan lebih dari 500.000 perawat di Indonesia.
Banyak langkah dan perjuangan yang telah dilakukan oleh PPNI untuk menjadikan perawat Indonesia sebagai perawat yang professional dan diakui bukan hanya di Indonesia sendiri, tetapi juga di dunia internasional.
Adapaun visi dan misi Persatuan Perawat Nasional Indonesia adalah sebagai berikut:
Visi:
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai wadah nasional yang memiliki suara komunitas keperawatan dan peduli terhadap pemberian pelayanan/asuhan keperawatan yang bermutu bagi kepentingan masyarakat.
Misi:
1. Menguatkan manajemen kepemimpinan PPNI untuk mencapai organisasi yang berwibawa jejaring yang kuat di tingkat kepengurusan Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Komisariat.
2. Mendukung perawat Indonesia untuk melakukan praktik keperawatan yang aman, kompeten dan profesional bagi masyarakat Indonesia3.
3. Menjadi pintu gerbang standar keperawatan regional dan internasional.
Susunan Pengurus Pusat PPNI pada periode 2010 – 2015 terdiri dari:
Ketua Umum: Dewi Irawaty, MA, PhD.
Ketua I: Dra. Junaiti Sahar, PhD
Ketua II: Rita Sekarsari, SKp, MHSM.
Sekretaris Jenderal: Harif Fadhillah, SKp., SH.
Sekretaris I: Yeni Rustina, PhD.
Sekretaris II: Yupi Supartini, SKp., MSc.
Bendahara Umum: Netty Sofyan, SKM, M.Kes.
Bendahara I: Ruti Nubi, SKM
Bendahara II: Rasmanawati, SKp., MM
Departemen Organisasi
Ketua: Wawan Arif Sawana, SKp.
Anggota: Sunardi, MKep., Sp.KMB., Bambang Tutuko, SKp., SH.
Departemen Hukmas & Pemberdayaan Politik
Ketua: Amelia K, SKp., MN.
Anggota: Ahmad Neru, MKep. Sp.Kom., Armen Patria, SKp. MKes.
Departemen Pengembangan Kerjasama Dalam Negeri & Luar Negeri
Ketua: Masfuri, SKp. MN.
Anggota: Meidiana Dwidiyanti, SKM. MSc., Ns. Apri Sunadi, SKep.
Departemen Pelayanan
Ketua: Ns. Riyanto, MKep. Sp.Kom.
Anggota: Syahridal, SKp., Pawit Rodiah, SKp., M.Kep.
Departemen Pendidikan & Pelatihan
Ketua: Dra. Murni Hartanti, SKp., MSi.
Anggota: Astuti Yuni Nursasi, SKp. MN., Michiko Umeda, SKp. MS.Biomed
Departemen Kesejahteraan
Ketua: Mustikasari, SKp. MARS
Anggota: Asep Sopari, SKM, MM, MKM., Iwan Effendi, Amd.Kep.
Dewan Pertimbangan
Ketua: Prof. Achir Yani, MN. DNSc.
Sekretaris: Drs. Husen, BSc
Anggota: Drs. Husain, SKM., Ahmad Djauhari, MM., Janes Lesilolo, SKM. MKes.
Majelis Kehormatan Etik Keperawatan (MKEK)
Ketua: Dra. Junarsih W. Sudibjo
Sekertaris: Fitriati, SKM, MKes.
Anggota: Tien Gartinah, MN., Dra. Herawani Aziz, MKes. MKep., Sumijatun, SKp., MARS., Maria Wijaya, SKM.

Minggu, 18 November 2012

Cara Memutihkan Kulit dan Badan serta Wajah secara Alami

Banyak perempuan yang mendambakan kulit yang putih. Bukan apa-apa, kulit yang putih memang membuat kita lebih cocok mengenakan pakaian warna apa saja (meskipun yang berkulit gelap pun bisa memilih warna apa saja asal cukup pede). Selain itu, kulit yang putih konon bisa membuat orang lain melupakan kekurangan Anda yang lain.

Anda yang berkulit gelap, sebenarnya juga bisa mendapatkan kulit wajah yang lebih cerah, bersih, dan sehat, meskipun tak lantas menjadi putih. Sedangkan untuk Anda yang sudah berkulit putih atau kuning langsat namun tak sempat merawat wajah karena kesibukan, ada cara yang mudah untuk mencerahkan kulit wajah Anda secara alami. Berikut beberapa di antaranya.


Berikut adalah 10 Cara Alami Memutihkan Kulit Badan dan Wajah
1. Lada Manis (Paprika)
Paprika adalah salah satu bahan alami yang bagus untuk facial wajah Anda, dengan membuat masker dari olahan paprika Anda bisa memutihkan wajah Anda, dimana masker paprika ini bisa meningkatkan sirkulasi aliran darah di dalam wajah. Anda bisa menghancurkan (mem-blender) paprika merah atau hijau untuk menghasilkan pasta atau krim sebagai masker wajah. Oleskan pada wajah Anda dan kemudian biarkan selama lima belas menit, kemudian bersihkan wajah Anda dengan air dingin. Dengan krim alami ini sel-sel kulit wajah Anda dapat lebih sehat dan pastinya wajah putih alami bisa Anda dapatkan.

2. Yogurt
Yogurt ternyata bisa memberikan kelambapan untuk kulit wajah Anda. Dengan mencampur sedikit madu dan kemudian oleskan pada kulit wajah Anda, biarkan selama 10 menit kemudian bisa dibersihkan dengan air. Masker berbahan yogurt ini bisa menghaluskan kulit wajah Anda, pastinya kulit wajah putih nan halus adalah dambaan semua orang.

3. Chamomile
Chamomile memang biasa dijadikan teh. Namun bunga ini bisa berfungsi sebagai bahan alami untuk mencerahkan kulit wajah. Chamomile juga memiliki banyak kandungan untuk mengatasi mata yang bengkak. Anda hanya perlu mencelupkan kantong teh ke dalam air panas, dan biarkan sampai dingin. Kemudian, tempelkan kantong teh pada mata. Lakukan hal ini selama dua minggu untuk melihat hasilnya.

5. Susu
Anda pasti sudah mendengar tentang manfaat mandi susu. Tetapi bila mandi susu dirasa terlalu repot, cukup gunakan susu untuk membasuh muka. Susu memiliki banyak bahan yang dapat mengurangi bintik-bintik hitam pada wajah, dan meningkatkan warna kulit dengan cara yang sempurna. Tuang beberapa tetes susu pada kain pencuci muka, lalu gunakan kain tersebut untuk menggosok wajah dengan lembut. Susu akan menghilangkan sel-sel kulit mati yang menutup wajah, dan memberikan warna yang baru. 

6. Minyak alpukat 

Banyak perempuan yang malas membersihkan wajah sebelum tidur, karena merasa sudah begitu lelah. Nah, minyak alpukat dapat membantu Anda yang tak sempat mencuci muka sebelum tidur. Minyak alpukat ini secara efektif membantu menghilangkan sisa-sisa riasan wajah. Setelah menghapus sisa make-up, gunakan tisu untuk menyerap kelebihan minyak yang tertinggal di wajah. 

7. Jeruk nipis dan putih telur 
Putih telur sering disebut mampu mengencangkan kulit wajah. Untuk memperbaiki warna kulit, campurkan perasan jeruk nipis dengan putih telur. Gunakan bahan ini sebagai masker wajah. Oleskan masker jeruk dan putih telur ini ke wajah, lalu biarkan mengering sendiri. Setelah 5 10 menit, basuh muka Anda dengan air dingin. Hasilnya bisa Anda lihat setelah rutin melakukan hal ini paling tidak seminggu.

8. Almond
Almond dapat membantu mengurangi kegelapan warna kulit, sehingga kulit akan terlihat lebih terang. Cara praktis dan alami untuk menggunakan almon untuk memutihkan kulit adalah dengan mencampurkan almon dengan susu dan sedikit kunyit. Caranya, pada pagi hari, rendam 4-5 biji almond dan satu ruas kunyit dalam susu cair. Pada malam harinya, keluarkan kunyit, lalu haluskan almon dalam susu tersebut hingga terbentuk pasta. Oleskan campuran ini pada wajah dan leher dan biarkan semalaman. Setelah itu, pada pagi harinya bilas dengan air dingin dan bersihkan. Untuk hasil yang optimal, lakukan cara ini 2 minggu sekali.

8. Tomat 
Tomat kaya akan vitamin C yang bermanfaat untuk memutihkan kulit. Banyak kosmetik pencerah kulit yang memakai ekstrak tomat sebagai bahan aktifnya. Nah, jika Anda ingin memakai tomat segar sebagai pemutih kulit, ambil tomat berukuran besar lalu parut. Tambahkan 2-3 tetes air perasan lemon dan beberapa tetes air mawar, aduk hingga rata. Oleskan pada wajah dan leher dengan kuas, diamkan selama 15 menit,lalu bilas. Lakukan cara ini setidaknya seminggu sekali. 

9. Pepaya
Pepaya yang berwarna hijau atau oranye dapat berkhasiat mencerahkan kulit. Pepaya hijau mengandung enzim papain yang ideal untuk memutihkan kulit. Caranya, ambil satu sendok makan pepaya hijau (pepaya yang masih mangkal) yang telah dihaluskan, dan satu sendok makan pepaya masak, campurkan. Oleskan pada wajah dan biarkan selama 15 menit, lalu bilas. Lakukan cara ini setiap hari untuk hasil yang optimal.

10. Kentang
Kentang ternyata dapat bermanfaat untuk memutihkan kulit, lho. Jus kentang dapat digunakan sebagai pemutih alami bagi kulit kita. Caranya, parut satu buah kentang dan tambahkan satu sendok teh madu, campur lalu oleskan pada kulit wajah dan leher. Diamkan selama 20 menit, lalu bilas dengan air. Ramuan ini cocok untuk semua jenis kulit.

Cara-cara di atas merupakan cara alami memutihkan kulit menggunakan bahan tradisional yang tentunya aman digunakan. Semoga dengan tips di atas, kulit anda dapat terlihat lebih putih dan cerah secara cepat. Selamat mencoba.

Senin, 12 November 2012

Misteri Penyakit Panu yang Jarang Diketahui Manusia



Misteri Penyakit Panu yang Jarang Diketahui Manusia
Oleh : Dr. Adiek Muakhir

01-Aug-2008, 17:51:09 WIB - [www.kabarindonesia.com]
KabarIndonesia - "Rahasia Penyakit Panu yang Tak Pernah Terungkap Kini Tersingkap" Di dalam artikel ini akan dibahas segala sesuatu tentang penyakit panu, yang meliputi:
1. Pengantar
2. Sinonim
3. Definisi
4. Penyebab
5. Patofisiologi dan Patogenesis
6. Epidemiologi
7. Pemeriksaan Fisik
8. Manifestasi Klinis
9. Predileksi atau Distribusi
10. Berbagai Bentuk Panu
11. Pemeriksaan Laboratorium
12. Penemuan Histologis
13. Penatalaksanaan Panu
14. Penyulit
15. Prognosis
16. Diagnosis Banding
17. Tahukah Anda?
18. Bacaan Lebih Lanjut
19. Tentang Penulis


Pengantar
Panu merupakan infeksi jamur kulit superfisial yang umum, tidak berbahaya bagi kesehatan alias jinak (benign) biasanya ditandai oleh makula hipopigmentasi atau hiperpigmentasi dan patches di dada dan punggung.

Pada pasien dengan kecenderungan (predisposition), keadaan penyakit dapat berulang atau kambuh lagi. Penyakit infeksi jamur ini berlokasi di stratum korneum.

Sinonim
Di dalam berbagai literatur kedokteran ada beberapa istilah untuk menyebut penyakit panu, seperti:
1. Tinea versicolor
2. Tinea versikolor
3. Pityriasis versicolor
4. Pitiriasis versikolor
5. Pitiriasis versikolor flava
6. Tinea flava
7. Chromophytosis
8. Kromofitosis
9. Dermatomycosis furfuracea
10. Dermatomikosis
11. Liver spots
12. Aeromia parasitica
13. Kleinenflechte
14. Hodi-Potsy
15. Cutaneous fungal infection

Definisi
1. Infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula
    di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal.
2. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis 
    disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum 
    korneum dari epidermis.
3. A common chronic usually symptomless disorder, characterized
    only by multiple macular patches, of all sizes, and shapes,
    varying from white in pigmented skin to tan or brown in pale
    skin). Usually seen in hot, humid tropical regions, and caused
    by Malassezia furfur.
4. A chronic symptomatic scaling epidermomycosis associated
   with the superficial overgrowth of the hyphal form of Malassezia
   furfur, characterized by well-demarcated scaling patches with
   variable pigmentation, occuring most commonly on the trunk.

Penyebab (Etiologi)
Malassezia furfur (dahulu dikenal sebagai Pityrosporum orbiculare, Pityrosporum ovale) merupakan jamur lipofilik yang normalnya hidup di keratin kulit dan folikel rambut manusia saat masa pubertas dan di luar masa itu.

Alasan mengapa organisme ini menyebabkan panu, pada beberapa orang sementara tetap sebagai flora normal pada beberapa orang lainnya, belumlah diketahui. Beberapa faktor, seperti kebutuhan nutrisi organisme dan respon kekebalan tubuh inang (host's immune response) terhadap organisme sangatlah signifikan.

Sebagai organisme yang lipofilik, Malassezia furfur memerlukan lemak (lipid) untuk pertumbuhan in vitro dan in vivo.
Lebih lanjut, tahap miselium dapat dirangsang in vitro dengan penambahan kolesterol dan ester kolesterol pada medium yang tepat. Karena organisme ini lebih cepat berkoloni/mendiami kulit manusia saat pubertas dimana lemak kulit meningkat lebih banyak dibandingkan pada masa remaja (adolescent) dan panu bermanifestasi di area yang "kaya minyak" atau sebum-rich areas (misalnya: di dada, punggung), variasi lemak di permukaan kulit individu dipercaya berperan utama dalam patogenesis penyakit.

Bagaimanapun juga, penderita panu dan subjek kontrol tidak memperlihatkan perbedaan kuantitatif atau kualitatif pada lemak di permukaan kulit.

Lemak di permukaan kulit penting untuk kelangsungan hidup M furfur pada kulit manusia normal, namun M furfur mungkin sedikit berperan pada perkembangan (pathogenesis) panu.

Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa dibandingkan lemak, asam amino lebih berperan di dalam kondisi sakit (diseased state) atau dengan kata lain sedang terkena panu. Secara in vitro, asam amino asparagin menstimulasi pertumbuhan organisme, sedangkan asam amino lainnya, glisin, menginduksi (menyebabkan) pembentukan hifa. Pada dua riset yang terpisah, tampak bahwa secara in vivo, kadar asam amino meningkat pada kulit pasien yang tidak terkena panu.

Faktor kausatif lainnya yang juga signifikan adalah sistem kekebalan tubuh/imun penderita. Meskipun sensitization melawan antigen M furfur biasa terlihat pada populasi umum (sebagaimana dibuktikan oleh studi/riset transformasi limfosit), fungsi limfosit pada stimulasi organisme terbukti lemah (impaired) pada penderita yang terserang panu. Hasil (outcome) ini sama dengan situasi sensitization dengan Candida albicans. Singkatnya, kekebalan tubuh yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immunity) berperan pada penyebab (timbulnya) penyakit.

Patofisiologi dan Patogenesis

Patofisiologi
Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, Malassezia furfur, yang hanya dapat dikultur pada media yang diperkaya dengan asam lemak berukuran C12- sampai C14. Malassezia furfur atau yang juga dikenal dengan nama singkat M furfur, merupakan salah satu anggota dari flora kulit manusia normal (normal human cutaneous flora) dan ditemukan pada bayi (infant) sebesar 18% sedangkan pada orang dewasa mencapai 90-100%.

Pityrosporon orbiculare, Pityrosporon ovale, dan Malassezia ovalis merupakan nama lain (sinonim) dari Malassezia furfur.
Sebelas spesies M furfur telah teridentifikasi, dan Malassezia globosa merupakan salah satu organisme yang biasa ditemukan pada penderita panu. Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada area kulit yang terkena penyakit kulit (cutaneous disease). Pada penderita dengan penyakit klinis, organisme ini ditemukan baik pada tingkat spora/ragi (yeast/spore stage) dan bentuk filamentosa (hyphal).

Sebagian besar kasus panu dialami oleh orang yang sehat tanpa disertai penurunan sistem kekebalan tubuh (immunologic deficiencies). Meskipun demikian, beberapa faktor dapat memengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk (conversion) dari ragi saprofit (saprophytic yeast) menjadi bentuk morfologis miselium, parasitik. Faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Kecenderungan (predisposition) genetik.
2. Lingkungan yang lembab, hangat.
3. Immunosuppression.
4. Malnutrition.
5. Cushing disease.

Human peptide cathelicidin LL-37 berperan dalam pertahanan kulit melawan Malassezia globosa.

Meskipun merupakan bagian dari flora normal, M furfur dapat juga menjadi patogen yang oportunistik. Organisme ini dipercaya juga berperan pada penyakit kulit lainnya, termasuk Pityrosporum folliculitis, confluent and reticulate papillomatosis, seborrheic dermatitis, dan beberapa bentuk dermatitis atopik.

Sebagai tambahan, panu merupakan penyakit kulit yang tidak berbahaya (benign skin disease) yang menyebabkan papula atau makula bersisik pada kulit. Sebagaimana namanya, tinea versikolor, (versi berarti beberapa) kondisi yang ada dapat memicu terjadinya perubahan warna (discoloration) pada kulit, berkisar dari putih menjadi merah menjadi coklat. Keadaan ini tidak menular karena patogen jamur kausatif (causative fungal pathogen) merupakan penghuni normal pada kulit.

Kulit penderita panu dapat mengalami hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Pada kasus hipopigmentasi, inhibitor tyrosinase [hasil dari aksi/kerja inhibitor tyrosinase dari asam dicarboxylic yang terbentuk melalui oksidasi beberapa asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids) pada lemak di permukaan kulit] secara kompetitif menghambat enzim yang diperlukan dari pembentukan pigmen melanocyte. Pada kasus panu dengan makula hiperpigmentasi, organisme memicu pembesaran melanosom yang dibuat oleh melanosit di lapisan basal epidermis.

Patogenesis
Perubahan bentuk Malassezia dari blastospora menjadi miselium dipengaruhi oleh berbagai faktor predisposisi. Asam dikarboksilat, yang dibentuk oleh oksidasi enzimatis asam lemak pada lemak di permukaan kulit, menghambat tyrosinase pada melanosit epidermis dan dengan demikian memicu hipomelanosis. Enzim ini terdapat pada organisme (Malassezia).

Epidemiologi

Frekuensi

Amerika Serikat
Panu lebih sering terjadi di daerah dengan temperatur lebih tinggi dan kelembaban yang relatif lebih tinggi. Prevalensi nasional panu sekitar 2-8% dari populasi. Insiden yang pasti di Amerika Serikat sulit diperkirakan karena banyak orang yang terkena panu tidak berobat ke dokter.

Internasional
Panu terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi yang dilaporkan sebanyak 50% di lingkungan yang panas dan lembab di kepulauan Samoa Barat dan hanya 1,1% di temperatur yang lebih dingin di Swedia.

Mortalitas/Morbiditas
Belum ada laporan/data yang menyebutkan mortalitas/morbiditas pada penderita panu.

Ras
Insiden panu sama pada semua ras, meskipun perubahan pigmentasi kulit tampak lebih jelas pada orang yang berkulit lebih gelap.

Jenis Kelamin
Berdasarkan beberapa riset, disimpulakn bahwa tidak ada jenis kelamin yang lebih dominan pada penderita panu.

Usia
Di Amerika Serikat, panu sering dijumpai pada usia 15-24 tahun, saat kelenjar sebasea (sebaceous glands) bekerja aktif. Angka kejadian sebelum pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan.

Di negara-negara tropis, frekuensi usia bervariasi. Sebagian besar kasus dijumpai pada usia 10-19 tahun di negara-negara yang lembab dan lebih hangat, seperti: Liberia dan India.
Menurut Prof.Dr.R.S.Siregar, Sp.KK(K), panu dapat menyerang hampir semua umur, hampir di seluruh dunia.

Lingkungan
Keadaan basah atau berkeringat banyak, menyebabkan stratum korneum melunak sehingga mudah dimasuki Malassezia furfur.

Kebersihan (hygiene)
Kurangnya kebersihan memudahkan penyebaran panu.

Pemeriksaan Fisik

Efloresensi
(Gambaran Ruam atau Lesi Kulit atau Ujud Kelainan Kulit)

Makula, berbatas tegas (sharply marginated), berbentuk bundar atau oval, dan ukurannya bervariasi. Beberapa pasien disertai Malassezia folliculitis dan dermatitis seboroik. Pada kulit yang tidak berwarna coklat (untanned skin), lesi berwarna coklat terang. Pada kulit coklat (tanned skin), lesi berwarna putih. Pada orang yang berkulit gelap, terdapat makula coklat gelap. Beberapa lesi panu berwarna merah.

Selain itu, panu merupakan makula yang dapat hipopigmentasi, kecoklatan, keabuan, atau kehitam-hitaman dalam berbagai ukuran, dengan skuama halus di atasnya.

Manifestasi Klinis (Gejala, Keluhan)
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal (ringan), atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan), dan hanya gangguan kosmetik saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita.

Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat.

Predileksi atau Distribusi
Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah, punggung, dada, perut (abdomen), ketiak (axillae), tungkai atas, lipat paha, paha, alat kelamin (genitalia), dan bagian tubuh yang tak tertutup pakaian.

Berbagai Bentuk Panu

Bentuk 1
Gambaran atau penampilan paling umum panu adalah banyak (numerous), berbatas jelas (well-marginated), bersisik "kecil/sempurna" (finely scaly), makula oval-bulat menyebar di batang tubuh (trunk) dan/atau di dada, dan sesekali ada juga di bagian bawah perut, leher, dan ekstremitas (anggota gerak) bagian proximal (dekat sumbu tubuh).

Makula-makula cenderung bergabung/menyatu, membentuk perubahan pigmen (pigmentary alteration) patches yang tidak teratur. Sebagaimana arti istilah versicolor (versi=beberapa), maka panu memiliki karakteristik adanya variasi warna kulit. Area kulit yang terinfeksi panu dapat menjadi lebih gelap atau lebih terang dibandingkan dengan kulit di sekitarnya.

Kondisi ini mudah dan jelas terlihat terutama saat bulan-bulan di musim panas.

Metode light scraping kulit yang terinfeksi panu dengan alat scalpel blade akan menunjukkan banyak sekali keratin.

Bentuk 2
Bentuk kebalikan (inverse form) dari panu juga ada, dimana kondisi ini memiliki distribusi yang berbeda sepenuhnya, melibatkan daerah lipatan kulit (flexure), wajah, atau area ekstremitas (anggota gerak, yaitu tangan dan kaki) yang terpisah (isolated). Bentuk panu ini lebih sering terlihat pada hosts yang immunocompromised (mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh).

Bentuk ini dapat dikacaukan dengan kandidiasis, seborrheic dermatitis, psoriasis, erythrasma, dan infeksi dermatofit.

Bentuk 3
Bentuk ketiga infeksi M furfur pada kulit melibatkan folikel rambut. Kondisi ini secara khas berlokasi di punggung, dada, dan extremities (anggota gerak tubuh, meliputi tangan dan kaki).
Bentuk ini secara klinis sulit dibedakan dengan bacterial folliculitis. Gambaran Pityrosporum folliculitis adalah perifollicular, pustul atau papula eritematosa.

Faktor predisposisi meliputi: diabetes, kelembaban yang tinggi, terapi antibiotik atau steroid, dan terapi immunosuppressant.
Sebagai tambahan, beberapa riset melaporkan bahwa M furfur juga berperan di dalam seborrheic dermatitis.

Pemeriksaan Laboratorium
Presentasi klinis panu jelas, khas (distinctive), dan diagnosis seringkali dibuat tanpa pemeriksaan laboratorium.
Sinar ultraviolet hitam (Wood) dapat digunakan untuk menunjukkan pendar (fluorescence) warna keemasan (coppery-orange) dari panu. Bagaimanapun juga, pada beberapa kasus, lesi panu terlihat lebih gelap daripada kulit yang tidak terkena panu di bawah sinar Wood, hanya saja tidak berpendar.

Diagnosis biasanya ditegakkan dengan pemeriksaan potassium hydroxide (KOH), yang menunjukkan gambaran hifa dengan cigar-butt yang pendek. Penemuan KOH tentang spora dengan miselium pendek telah dianggap serupa dengan gambaran spaghetti and meatballs atau bacon and eggs sebagai tanda khas panu. Untuk visualisasi yang lebih baik, gunakan pewarnaan dengan tinta biru, tinta Parker, methylene blue stain, atau Swartz-Medrik stain dapat ditambahkan pada persiapan atau preparat KOH.

Dengan pemeriksaan darah, tidak ada defisiensi definitif dari antibodi normal atau komplemen yang tampak pada pasien panu, namun riset di area ini tetap berlanjut.

Sebagai contoh, meskipun seseorang yang terkena panu ternyata tidak memiliki level antibodi spesifik diatas mereka dengan kontrol age-matched, antigen M furfur benar-benar memperoleh respon imunoglobulin G spesifik pada pasien dengan seborrheic dermatitis dan tinea versicolor. Ini terdeteksi oleh enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan Western blotting assays.

M furfur benar-benar menyebabkan munculnya antibodi immunoglobulin A, immunoglobulin G, dan immunoglobulin M, dan juga dapat mengaktifkan komplemen baik melalui jalur alternatif maupun jalur klasik.

Berbagai riset telah menemukan defek produksi limfokin, sel-sel natural killer T, menurunkan phytohemagglutinin dan stimulasi concanavalin A interleukin 1, interleukin 10, serta produksi interferon gamma oleh limfosit pada pasien.

Meskipun berbagai tes ini tidak menyarankan kelainan imunologis, namun tes ini benar-benar menyarankan pengurangan respon tubuh terhadap elemen jamur yang spesifik yang memproduksi panu.

Jadi, ciri khas panu yang ditemukan pada pemeriksaan KOH adalah gambaran hifa filamentosa dan bentuk globose yeast, yang sering disebut: spaghetti dan meat balls, yaitu kelompok hifa pendek yang tebalnya 3-8 mikron, dikelilingi spora berkelompok yang berukuran 1-2 mikron.

Sedangkan pada pemeriksaan dengan lampu Wood, tampak fluoresensi kuning keemasan atau blue-green fluorescence of scales.

Penemuan Histologis
Organisme yang menyebabkan panu berdiam/berlokasi di stratum corneum. M furfur dapat dideteksi dengan hematoxylin dan eosin (H&E) saja, meskipun pewarnaan periodic acid-Schiff (PAS) atau methenamine silver lebih dapat menegakkan diagnosis.

Pada kasus yang jarang, organisme dapat mencapai stratum granulosum, dan bahkan ditemukan di dalam keratinocytes. Epidermis menunjukkan akantosis dan hiperkeratosis ringan, dan suatu mild perivascular infiltrate tampak nyata di dermis.

Suatu perubahan epidermis yang menyerupai acanthosis nigricans teramati pada keanekaragaman papula, dengan pembuluh darah yang berdilatasi yang terdapat pada lesi eritematosa.

Penatalaksanaan Panu
Ada beberapa penatalaksanaan panu yang akan dibahas disini, yaitu:
1. Rekomendasi dari Craig G Burkhart, MD, MPH (2006)
2. Rekomendasi dari Prof.Dr.R.S. Siregar, Sp.KK(K) (2005)
3. Rekomendasi dari Unandar Budimulja (2005)
4. Rekomendasi dari Klaus Wolff, dkk (2005)
5. Rekomendasi dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1994)

Rekomendasi dari Craig G Burkhart, MD, MPH (2006)

Rekomendasi berikut ini berasal dari Craig G Burkhart, MD, MPH, seorang profesor klinis di Medical College of Ohio at Toledo, Ohio University School of Medicine.

Pasien sebaiknya diberi informasi bahwa panu disebabkan oleh jamur yang secara normal sudah ada di permukaan kulit dan oleh karenanya tidak menular. Kondisi ini tidak meninggalkan bekas luka (scar) permanen apapun atau perubahan pigmen, dan perubahan warna kulit akan berakhir dalam waktu 1-2 bulan setelah perawatan dimulai. Kambuh (recurrence) biasa terjadi, dan terapi profilaksis dapat membantu mengurangi tingginya angka kekambuhan.

Agen topikal yang efektif untuk mengobati panu misalnya:
1. selenium sulfide lotion,
    Diberikan pada kulit yang terkena panu setiap hari selama
    2 minggu. Biarkan obat ini di kulit selama setidaknya 10 menit
    sebelum dicuci. Pada kasus yang resisten, pemberian malam
    hari dapat membantu.
2. sodium sulfacetamide,
3. ciclopiroxolamine,
4. azole
   Topical azole antifungals dapat diaplikasikan setiap malam
   selama 2 minggu
5. allylamine antifungals
   Topical allylamines
efektif secara mikologis dan klinis.

Terapi oral yang juga efektif untuk panu:
1. Ketoconazole
    Dosis: 200-mg setiap hari selama 10 hari
    dan sebagai dosis tunggal 400 mg.
2. Fluconazole
    Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu
    selama 2-4 minggu.
3. Itraconazole
    Dosis: 200 mg/hari selama 7 hari.

Profilaksis
Regimen 1 tablet satu bulan ketoconazole, fluconazole, dan itraconazole telah sukses sebagai profilaksis yang mencegah kambuh lagi.

Diet
Perubahan diet belum terbukti berhasil mengobati panu.


Kategori obat: antifungal (antijamur)

1. Terbinafine (Lamisil)
2. Clotrimazole (Mycelex, Lotrimin-AF)
3. Ketoconazole (Nizoral)
4. Ciclopirox (Loprox)
5. Butenafine (Mentax)
6. Naftifine (Naftin)
7. Econazole (Spectazole)
8. Oxiconazole (Oxistat)

Panu berespon baik dengan terpi antimikotik oral maupun topikal. Banyak pasien yang menyukai terapi oral karena kenyamanannya.

Kategori obat: antijamur (antifungals)

Antijamur topikal membasmi panu secara temporer, meskipun perlu diulangi secara rutin dan teratur untuk mencegah kambuh lagi. Terapi oral untuk panu nyaman dan efektif, namun tidak mencegah kekambuhan. Suatu alternatif yang populer adalah pemberian fluconazole sekali sebulan (selama 6 bulan) dosis oral.

1. Nama Obat: Terbinafine (Lamisil)

Mekanisme Kerja
Menghambat squalene epoxidase, yang menurunkan sintesis ergosterol, menyebabkan kematian sel jamur. Gunakan obat ini sampai gejala membaik secara signifikan.
Durasi pengobatan sebaiknya lebih dari 1 minggu namun jangan lebih dari 4 minggu.

Dosis Dewasa
bid 1-4 minggu

Dosis Anak
<12 tahun: belum ditetapkan.
>12 tahun: sama seperti dosis dewasa.

Perhatian Khusus:
Hindari kontak langsung dengan mata.

2. Nama Obat: Clotrimazole (Mycelex, Lotrimin-AF)

Mekanisme Kerja
Agen antijamur berspektrum luas (broad-spectrum antifungal agent) yang menghambat pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel, menyebabkan kematian sel.
Diagnosis dievaluasi kembali jika tidak ada perbaikan klinis
setelah 4 minggu.

Dosis Dewasa
Pijatlah secara lembut dan perlahan kulit yang terinfeksi panu 2x sehari (bid) selama 2-6 minggu.

Dosis Anak
Children: belum ditetapkan.
Adolescents: sama seperti dosis dewasa.

Perhatian Khusus:
Hanya untuk pemakaian luar, hindari terkena mata, jika timbul iritasi atau sensitif, hentikan penggunaan obat.

3. Nama Obat: Ketoconazole (Nizoral)

Mekanisme Kerja
Obat ini merupakan agen sistemik dan topikal. Agen antijamur berspektrum luas, yang dapat menghambat sintesis ergosterol, menyebabkan kebocoran komponen seluler, sehingga menimbulkan kematian sel jamur

Mencapai kadar yang maksimal di kulit dengan dosis oral yang minimal. M furfur dapat dibasmi dengan pemberian ketoconazole di permukaan luar kulit. Panu sangat jarang dijumpai pada anak-anak, sehingga jangan memberikan terapi pada anak berusia kurang dari 10 tahun dengan ketoconazole oral.

Dosis Dewasa
Topical: gosok dengan lembut pada daerah yang terserang panu 
           qd/bid selama 2-4 minggu
Oral: 400 mg PO sekali; sebagai alternatif, 200-mg dosis
        untuk 10 hari.

Dosis Anak
Topical: sama seperti dosis dewasa
Oral: 3.3-6.6 mg/kg/hari per oral

Perhatian Khusus:
Hepatotoksisitas dapat terjadi; mungkin menurunkan serum kortikosteroid secara reversibel (efek yang berat dicegah dengan dosis 200-400 mg/hari); resepkan antasid, antikolinergik, atau penghambat H2 (H2 blockers) setidaknya 2 jam setelah pemberian oral ketoconazole; jika timbul sensitivitas atau iritasi pada resep topikal, maka hentikanlah penggunaan obat; bentuk topikal hanya untuk pemakaian luar; hindari kontak dengan mata; hati-hati pada achlorhydria (mengurangi penyerapan/absorption); tidak aman bagi penderita porfiria akut (adrenal suppression, gynecomastia, hypocholesterolemia, dan hypothyroidism muncul karena pemakaian ketoconazole)

4. Nama Obat: Ciclopirox (Loprox)

Mekanisme Kerja
Berinteraksi (mengganggu) sintesis DNA, RNA, dan protein dengan menghambat transportasi elemen-elemen esensial pada sel-sel jamur.

Dosis Dewasa
Pijatlah area yang terkemna panu bid; evaluasi kembali diagnosis jika tidak ada perbaikan setelah 4 minggu.

Dosis Anak
<10 tahun: belum ditetapkan.
>10 tahun: sama seperti dosis dewasa

Perhatian Khusus
Hindari kontak dengan mata.

5. Nama Obat: Butenafine (Mentax)

Mekanisme Kerja
Merusak membran sel jamur sehingga menghentikan pertumbuhan sel jamur.

Dosis Dewasa
qd selama 4 minggu.

Dosis Anak
<12 tahun: belum ditetapkan
>12 tahun: sama seperti dosis dewasa

Perhatian Khusus
Gunakan secara topikal (tidak untuk digunakan pada mata, vagina, atau rute internal lainnya).

6. Nama Obat: Naftifine (Naftin)

Mekanisme Kerja
Agen antijamur berspektrum luas dan derivat (turunan) allylamine sintetis dapat menurunkan sintesis ergosterol, sehingga juga menghambat pertumbuhan sel jamur. Jika tidak ada perbaikan klinis setelah 4 minggu, evaluasi kembali.

Dosis Dewasa
Pijatlah dengan lembut (dengan cream/gel) pada area yang terkena panu dan kulit disekitarnya qd selama 2-4 minggu.

Dosis Anak
sama seperti dosis dewasa.

Perhatian Khusus
Hentikan penggunaan jika terjadi sensitivitas atau iritasi kimiawi; hanya untuk penggunaan luar; hindari kontak dengan mata.

7. Nama Obat: Econazole (Spectazole)

Mekanisme Kerja
Efektif untuk infeksi kulit. Berinteraksi (mengganggu) metabolisme dan sintesis RNA dan protein. Mengganggu permeabilitas membran dinding sel, menyebabkan kematian sel jamur.

Dosis Dewasa
Gunakan terpisah pada area yang terkena panu qd/bid.

Dosis Anak
sama seperti dosis dewasa.

Perhatian Khusus
Jika terjadi sensitivitas atau iritasi, hentikan penggunaan obat. Hanya untuk pemakaian luar. Hindari kontak dengan mata.

8. Nama Obat: Oxiconazole (Oxistat)

Mekanisme Kerja
Merusak membran dinding sel jamur dengan menghambat biosintesis ergosterol. Permeabilitas membran meningkat, menyebabkan kebocoran nutrisi/makanan (nutrients), sehingga sel jamur mati.

Dosis Dewasa
Oleskan pada area yang terkena qid.

Dosis Anak
sama seperti dosis dewasa.

Perhatian Khusus
Jika terjadi sensitivitas atau iritasi, hentikan penggunaan obat. Hanya untuk pemakaian luar. Hindari kontak dengan mata.

Rekomendasi dari Prof.Dr.R.S. Siregar, Sp.KK(K) (2005)
a. Umum: menjaga higiene (kebersihan) perseorangan.
b. Khusus (topikal)
Bentuk makular: salep Whitfield atau larutan natrium tiosulfit 20% dioleskan setiap hari.
Bentuk folikular: dapat dipakai tiosulfas natrikus 20-30%.
Obat-obat antijamur golongan imidazol (ekonazol, mikonazol, klotrimazol, dan tolsiklat) dalam krim atau salep 1-2% juga berkhasiat.
c. Ketokonazol 200 mg/hari selama 10 hari.
d. Itrakonazol 100 mg/hari selama 2 minggu.

Rekomendasi dari Unandar Budimulja (2005)
Pengobatan panu harus dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.

Obat-obatan yang dapat dipakai misalnya:
1. Suspensi selenium sulfide (selsun) dapat dipakai sebagai
    sampo 2-3 kali seminggu. Obat ini digosokkan pada lesi
    dan didiamkan 15-30 menit, sebelum mandi.
2. Salisil spiritus 10%
3. Derivat-derivat azol, misalnya: mikonazol, klotrimazol,   
    isokonazol, dan ekonazol
4. Sulfur presipitatum dalam bedak kocok 4-20%
5. Tolsiklat
6. Tolnaftat
7. Haloprogin
8. Larutan tiosulfas natrikus 25% dapat juga digunakan,
    dioleskan sehari 2x setelah mandi selama 2 minggu.
9. Jika sulit disembuhkan, ketokonazol dapat dipertimbangkan
    dengan dosis 1x200 mg sehari selama 10 hari.

Rekomendasi dari Klaus Wolff, dkk (2005)
A. Agen topikal
1. Selenium sulfide (2,5%) lotion atau shampoo
    Dosis: setiap hari untuk daerah yang terinfeksi
    selama 10-15 menit diikuti mandi (shower), untuk satu minggu.
2. Ketoconazole shampoo
    Dosis: sama dengan dosis untuk sampo selenium sulfide.
3. Azole creams
    (ketoconazole, econazole, micronazole, clotrimazole)
    Dosis: qd atau bid selama 2 minggu.
4. Terbinafine 1% solution
    Dosis: bid untuk 7 hari.

B. Terapi sistemik
    (obat berikut ini tidak disetujui untuk digunakan sebagai
    terapi panu di Amerika Serikat)
1. Ketoconazole
    Dosis: 400 mg stat (ambil 1 jam sebelum berolahraga)
2. Fluconazole
    Dosis: 400 mg stat.
3. Itraconazole
    Dosis: 400 mg stat.

C. Profilaksis sekunder
1. Ketoconazole shampoo sekali atau dua kali seminggu.
2. Selenium sulfide (2,5%) lotion atau shampoo.
3. Salicylic acid/sulfur bar.
4. Pyrithione zinc (bar atau shampoo).
5. Ketoconazole 400 mg PO setiap bulan.

Rekomendasi dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya (1994)
1. Obat topikal
* Krim mikonazole nitrat 2% pagi sore untuk lesi di muka
   dan lesi  di badan yang tidak luas.
* Solusio Natrium thiosulfat 25% pagi sore.
* Salep Whitfield (= salep AAV I) pagi-sore berisi
   asidum salisilikum 3% dan asidum benzoikum 6%.
* Salep 2-4, pagi-sore, berisi asidum salisilikum 2%
   dan sulfur presipitatum 4%.
* Lama pengobatan sampai beberapa minggu (3-4 minggu)
   atau sampai 2 minggu sesudah pemeriksaan KOH negatif,
   untuk mencegah kekambuhan.
* Bila lesi luas sebaiknya obat dioleskan ke seluruh badan.

2. Obat oral
* Dosis anak 3,3-6,6 mg/kgBB/hari.
* Dosis dewasa 200 mg/hari.
* Diminum sekali sesudah makan pagi.
* Lamanya 10 hari.
* Indikasi pada panu yang:
   - resisten pada pengobatan topikal.
   - sering kambuh-kambuh.
   - mengenai bagian badan yang luas.
* Dapat diberikan bersama dengan obat topikal.

3. Nasihat pencegahan kambuh
Pakaian dalam dan luar, handuk haruslah sering diganti dan dicuci serta direndam air panas selama waktu pengobatan/berobat.

Penyulit
1. Sering kambuh
2. Leukoderma (kulit berwarna putih) sesudah pengobatan.

Prognosis
Baik.

Diagnosis Banding
1. Erythrasma (Eritrasma)
2. Pityriasis Alba
3. Psoriasis, Guttate
4. Seborrheic Dermatitis
5. Tinea Corporis
6. Vitiligo
7. Pityriasis rosea (Pitiriasis rosea)
8. Nummular eczema
9. Tuberculoid leprosy
10. Sifilis stadium II
11. Akromia parasitik dari Pardo-Castello dan Dominiquez
12. Postinflammatory hypopigmentation
13. Confluent and reticulated papillomatosis of Gougerot and Carteaud

Tahukah Anda?

1. Superfisial atau superficial bersinonim dengan skin-deep, surface, dan trivial, yang berarti: di permukaan.

2. Makula (bersinonim dengan: macula, macule, sunspot, yellow spot) adalah ruam kulit primer yang hanya berupa perubahan warna kulit tanpa perubahan bentuk.

3. Papula adalah penonjolan padat di atas kulit, berbatas tegas, berukuran kurang dari 1 cm.

4. Pustula adalah vesikel (= gelembung yang berisi cairan serosa dengan diameter kurang dari 1 cm) yang berisi nanah atau a small inflamed elevation of skin containing pus.

5. Skuama adalah pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit, biasanya berupa sisik halus.

6. Hipopigmentasi adalah kelainan yang menyebabkan kulit menjadi lebih putih dari sekitarnya.

7. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen yang berlebihan sehingga kulit lebih hitam dari sekitarnya.

8. Patches dalam terminologi panu, dapat diilustrasikan seperti noda.


Bacaan Lebih Lanjut

1. Budimulja U. Mikosis. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Keempat. Djuanda, dkk (ed.). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2005:99-100.
2. Burkhart CG. Tinea Versicolor. Cited from: http://www.emedicine.com/derm/topic423.htm
3. Burkhart CG. Tinea versicolor. J Dermatol Allergy. 1983;6:8-12.
4. Burkhart CG, Dvorak N, Stockard H. An unusual case of tinea versicolor in an immunosuppressed patient. Cutis.1981;27(1):56-8
5. Carrillo-Muñoz AJ, Giusiano G, Ezkurra PA, Quindós G. Sertaconazole: updated review of a topical antifungal agent. Expert Rev Anti Infect Ther. Jun 2005;3(3):333-42. 
6. Crespo-Erchiga V, Florencio VD. Malassezia yeasts and pityriasis versicolor. Curr Opin Infect Dis. Apr 2006;19(2):139-47. 
7. Dorland's Illustrated Medical Dictionary 30th Ed. International Edition. Elsevier. 2003:1913-4.
8. Faergemann J. Pityrosporum yeasts--what's new?. Mycoses. 1997;40 Suppl 1:29-32. 
9. Faergemann J, Gupta AK, Al Mofadi A, Abanami A, Shareaah AA, Marynissen G. Efficacy of itraconazole in the prophylactic treatment of pityriasis (tinea) versicolor. Arch Dermatol. Jan 2002;138(1):69-73. 
10. Fernandez-Nava HD, Laya-Cuadra B, Tianco EA. Comparison of single dose 400 mg versus 10-day 200 mg daily dose ketoconazole in the treatment of tinea versicolor. Int J Dermatol. Jan 1997;36(1):64-6. 
11. Gaitanis G, Velegraki A, Alexopoulos EC, Chasapi V, Tsigonia A, Katsambas A. Distribution of Malassezia species in pityriasis versicolor and seborrhoeic dermatitis in Greece. Typing of the major pityriasis versicolor isolate M. globosa. Br J Dermatol. May 2006;154(5):854-9. 
12. Güleç AT, Demirbilek M, Seçkin D, Can F, Saray Y, Sarifakioglu E, et al. Superficial fungal infections in 102 renal transplant recipients: a case-control study. J Am Acad Dermatol. Aug 2003;49(2):187-92. 
13. Gupta AK, Ryder JE, Nicol K, Cooper EA. Superficial fungal infections: an update on pityriasis versicolor, seborrheic dermatitis, tinea capitis, and onychomycosis. Clin Dermatol. Sep-Oct 2003;21(5):417-25. 
14. Gupta AK, Bluhm R, Summerbell R. Pityriasis versicolor. J Eur Acad Dermatol Venereol. Jan 2002;16(1):19-33. 
15. Gupta AK, Skinner AR. Ciclopirox for the treatment of superficial fungal infections: a review. Int J Dermatol. Sep 2003;42 Suppl 1:3-9. 
16. Gupta AK, Batra R, Bluhm R, Boekhout T, Dawson TL Jr. Skin diseases associated with Malassezia species. J Am Acad Dermatol. Nov 2004;51(5):785-98. 
17. Hickman JG. A double-blind, randomized, placebo-controlled evaluation of short-term treatment with oral itraconazole in patients with tinea versicolor. J Am Acad Dermatol. May 1996;34(5 Pt 1):785-7. 
18. Hull CA, Johnson SM. A double-blind comparative study of sodium sulfacetamide lotion 10% versus selenium sulfide lotion 2.5% in the treatment of pityriasis (tinea) versicolor. Cutis. Jun 2004;73(6):425-9. 
19. Janaki C, Sentamilselvi G, Janaki VR, Boopalraj JM. Unusual observations in the histology of Pityriasis versicolor. Mycopathologia. 1997;139(2):71-4. 
20. Karakas M, Durdu M, Memisoglu HR. Oral fluconazole in the treatment of tinea versicolor. J Dermatol. Jan 2005;32(1):19-21. 
21. Leeming JP, Sansom JE, Burton JL. Susceptibility of Malassezia furfur subgroups to terbinafine. Br J Dermatol. Nov 1997;137(5):764-7. 
22. López-García B, Lee PH, Gallo RL. Expression and potential function of cathelicidin antimicrobial peptides in dermatophytosis and tinea versicolor. J Antimicrob Chemother. May 2006;57(5):877-82. 
23. Mellen LA, Vallee J, Feldman SR, Fleischer AB Jr. Treatment of pityriasis versicolor in the United States. J Dermatolog Treat. Jun 2004;15(3):189-92. 
24. Morishita N, Sei Y, Sugita T. Molecular analysis of malassezia microflora from patients with pityriasis versicolor. Mycopathologia. Feb 2006;161(2):61-5. 
25. Okuda C, Ito M, Naka W, Nishikawa T, Tanuma H, Kume H, et al. Pityriasis versicolor with a unique clinical appearance. Med Mycol. Oct 1998;36(5):331-4. 
26. Partap R, Kaur I, Chakrabarti A, Kumar B. Single-dose fluconazole versus itraconazole in pityriasis versicolor. Dermatology. 2004;208(1):55-9. 
27. Rincón S, Celis A, Sopó L, Motta A, Cepero de García MC. Malassezia yeast species isolated from patients with dermatologic lesions. Biomedica. Jun 2005;25(2):189-95. 
28. RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 1994.
29. Schwartz RA. Superficial fungal infections. Lancet. Sep 25-Oct 1 2004;364(9440):1173-82. 
30. Silva H, Gibbs D, Arguedas J. A comparison of fluconazole with ketoconazole, itraconazole, and clotrimazole in the treatment of patients with pityriasis versicolor. Curr Ther Res. 1998;59:203-14.
31. Silva V, Di Tilia C, Fischman O. Skin colonization by Malassezia furfur in healthy children up to 15 years old. Mycopathologia. 1995-1996;132(3):143-5. 
32. Silva V, Fischman O, de Camargo ZP. Humoral immune response to Malassezia furfur in patients with pityriasis versicolor and seborrheic dermatitis. Mycopathologia. 1997;139(2):79-85. 
33. Silva-Lizama E. Tinea versicolor. Int J Dermatol. Sep 1995;34(9):611-7. 
34. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. EGC. Jakarta. 2005:10-12.
35. Sohnle PG, Collins-Lech C. Activation of complement by Pityrosporum orbiculare. J Invest Dermatol. Feb 1983;80(2):93-7. 
36. Vander Straten MR, Hossain MA, Ghannoum MA. Cutaneous infections dermatophytosis, onychomycosis, and tinea versicolor. Infect Dis Clin North Am. Mar 2003;17(1):87-112. 
37. Vermeer BJ, Staats CC. The efficacy of a topical application of terbinafine 1% solution in subjects with pityriasis versicolor: a placebo-controlled study. Dermatology. 1997;194 Suppl 1:22-4. 
38. Wolff K, Johnson RA, Suurmond D (ed.). Fitzpatrick's Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology 5th Edition. McGraw-Hill. USA. 2005: 729-730.

Sumber Gambar:
http://www.geocities.com/sampurnaroy2001/tv2.jpg



Blog:
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik):
redaksi@kabarindonesia.com/
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
http://kabarindonesia.com//

PEMBUATAN POSTER, LEAFLET DAN BOOKLET


PEMBUATAN POSTER, LEAFLET DAN BOOKLET



MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Diskusi Kelompok pada Mata Kuliah
Bahasa Indonesia
Yang Diampu oleh Drs. H. M. Nur Fawzan Ahmad, M.A

 OLEH :
1.    DONI TRI HANGGARA                               (12.1112)
2.    ELYSA DWI CAHYANI                               (12.1115)
3.    KURNIA KARTIKA AJIE                             (12.1123)
4.    ULIL AMRI                                                     (12.1148)
5.    YULIA PUTRI PRIHATININGSIH              (12.1151)
6.    ZULFIKAR ZALMI                                        (12.1154)


AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar Belakang

Media adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, dapat membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri individu.
Dalam pemberian pelayanan bimbingan dan konseling, dapat juga menggunakan media sebagai sarana. Misalnya saja dengan menggunakan media poster dan leaflet. Poster dan leafleat merupakan bentuk kalimat persuasi/ajakan, persuasi atau bujukan merupakan jenis karya tulis yang bertujuan membujuk, mempengaruhi pembaca dengan cara mengemukakan argumentasi disertai data atau fakta. Itu sebabnya, persuasi biasanya ditulis dalam bentuk artikel, makalah hingga ke orasi ilmiah.
Argumentasi yang dikemukakan hendaknya logis, dengan disertai data atau fakta. Dengan Argumentasi itulah penulis karangan akhirnya mempengaruhi pembaca agar ia mau mengikuti pendapat yang dikemukakan penulis. Persuasi dapat digolongkan ke dalam bentuk nonfiksi.
Dalam pembuatan media poster dan leaflet, dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer. Hal tersebut bertujuan untuk mempermudah proses pembelajaran.

1.2.        Rumusan Masalah :
1. Apa itu poster ?
2. Bagaimana ciri-ciri poster ?
3. Apa itu leaflet ?
4. Bagaimana ciri-ciri leaflet ?
5. Hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan dalam pembuatan leaflet ?
6. Apa itu booklet ?

1.3.        Tujuan           :

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.  Agar kita mengetahui dan mengerti apa itu poster, ciri-ciri poster dan cara membuat poster tersebut.
2.   Agar kita mengetahui dan mengerti mengenai apa itu leaflet, ciri-ciri leaflet serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan leaflet.
3.  Agar kita mengetahui dan mengerti mengenai apa itu booklet, ciri-ciri booklet serta hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan booklet.
























BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Poster

Titik awal kemunculan poster adalah ditemukannya teknik litografi (cetak) dan kromatografi (pewarnaan) pada akhir tahun 1780-an. Pada pertengahan abad 19 (tahun 1800-an) poster mulai banyak dibuat di Eropa. Pada tahun 1866 Julius Cheret membuat 1000-an poster untuk promosi pameran, pertunjukan theater, dan produk-produk lain di Paris.
Perbedaan mendasar poster dengan media promosi lainnya adalah poster biasanya dibaca orang yang sedang bergerak, mungkin sedang berkendara atau berjalan kaki. Sedangkan brosur, booklet, flyer dirancang untuk dibaca secara khusus, mungkin duduk atau sesaat sambil berdiri. Karena itu poster harus dapat menarik perhatian pembacanya seketika, dan dalam hitungan detik, pesannya harus dimengerti.
Poster merupakan kombinasi visualisasi yang kuat dengan warna dan pesan dengan maksud untuk menangkap perhatian orang lewat, tetapi cukup lama menanamkan gagasan yang berarti di dalam ingatannya. Media ini pada umumnya digunakan untuk mengenalkan suatu produk dari suatu perusahaan atau digunakan sebagai sarana promosi.
Poster adalah salah satu bagian dunia periklanan yang masih bertaji, dalam arti masih sering dijadikan orang sebagai kanvas dalam berkarya, mungkin karena itulah banyak orang yang mengira bahwa membuat poster adalah pekerjaan yang rumit dan susah, baik secara teknis, maupun secara artistik.
Poster merupakan  selembar publikasi (baik gambar atau teks atau gabungan keduanya) dengan maksud untuk ditempelkan di dinding atau di permukaan yang vertikal. Umumnya ukurannya besar. Yang konvensional ukuran poster adalah 24 x 36 inchi.
Poster digunakan untuk berbagai macam keperluan, tapi biasanya hanya menyangkut satu dari empat tujuan berikut ini :
1.      Mengumumkan atau memperkenalkan suatu acara.
2.      Mempromosikan layanan atau jasa.
3.      Menjual suatu produk.
4.      Membentuk sikap atau pandangan (propaganda).

Karena biasanya sasarannya adalah orang yang bergerak, maka selain berukuran besar, poster yang baik semetinya :
1.      Berhasil menyampaikan informasi secara cepat.
2.      Ide dan isi yang menarik perhatian.
3.      Mempengaruhi, membentuk opini / pandangan.
4.      Menggunakan warna-warna mencolok.
5.      Menerapkan prinsip ’simplicity’.

Kegunaan Poster yaitu  :
Poster harus memiliki kekuatan dramatik yang tinggi, memikat dan menarik perhatian. Banyak iklan menggunakan teknik-teknik poster dalam menarik perhatian karena uraian secara kejiwaan dan merangsang untuk dihayati. Dari uaraian di atas maka poster dapat digunakan untuk  :
·         Motivasi
Penggunaan poster dalam pengajaran/pendidikan kesehatan adalah sebagai pendorong atau motivasi kegiatan belajar-mengajar. Diskusi dapat dilakukan setelah diperlihatkan sebuah poster mengenai sesuatu topik tertentu.
Sebagai peringatan poster bisa menyadarkan setiap sasaran, pesan melalui poster yang tepat akan membantu masyarakat menyadarkan sasaran sehingga bisa diharapkan untuk merubah perilaku dalam praktek sehari-hari
Pengalaman yang kreatif sebagai alat bantu mengajar poster memberi kemungkinan untuk belajar kreatif dan partisipatif. Poster dapat memberikan pengalaman baru sehingga menumbuhkan kreativitas sasaran dengan cara belajar.

2.1.1 Ciri-ciri Poster
Poster dapat dibuat di atas kertas, kain, batang kayu, seng, dan semacamnya. Pemasangannya bisa di kelas, di pohon, di tepi jalan, dan di majalah. Ukurannya bermacam-macam, tergantung kebutuhan. Secara umum, poster yang baik hendaklah :
1.      Sederhana.
2.      Menyajikan satu ide dan untuk mencapai satu tujuan pokok.
3.      Berwarna.
4.      Slogannya ringkas dan jitu.
5.      Tulisannya jelas.
6.      Motif dan desain bervariasi.

2.2 Pengertian Leaflet
Leaflet merupakan salah satu publikasi singkat dari berbagai bentuk media komunikasi yang berupa selebaran yang berisi keterangan atau informasi tentang perusahaan, produk, organisasi dan jasa atau ide untuk diketahui oleh umum.
Leaflet adalah selebaran-selebaran yang bentuk lembarannya seperti daun, biasanya bentuk leaflet lebih kecil dari pamphlet.
Menurut effendi (1989: 202) dalam kamus komunikasi, leaflet adalah lembaran kertas berukuran kecil  mengandung pesan tercetak untuk disebarkan kepada umum sebagai informasi mengenai suatu hal atau peristiwa. Menurut kamus Merriam-webster, leaflet adalah suatu lembaran yang dicetak pada umumnya dilipat yang diharapkan untuk distribusi secara cuma-cuma. Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa leaflet adalah selebaran tercetak dengan ukuran kecil yang dilipat, berisikan informasi yang disebarkan kepada umum secara gratis.

2.2.1 Ciri-ciri Leaflet

Adapun ciri-ciri leaflet yaitu :

  1.Dilihat dari bentuk leaflet    :
a. Lembaran kertas berukuran kecil yang dicetak.
b. Dilipat maupun tidak dilipat.
c.Tulisan terdiri dari 200 ± 400 huruf dengan tulisan ceta biasanya juga diselingi gambar-  gambar.
d. Umuran biasanya 20 ± 30 cm.

2. Dilihat dari isi pesan         :
a. Pesan sebagai informasi yang mengandung peristiwa.
b. Bertujuan untuk promosi.
c. Isi leaflet harus dapat dibaca sekali pandang.

2.2.2 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan leaflet

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan leaflet, yaitu :
1. Tentukan kelompok sasaran yang ingin dicapai.
2. Tuliskan apa tujuannya.
3. Tentukan isi singkat hal-hal yang mau ditulis dalam leaflet.
4. Kumpulkan tentang subyek yang akan disampaikan.
5. Buat garis-garis besar cara penyajian pesan, termasuk di dalamnya bagaimana    bentuk tulisan gambar serta tata letaknya.
6. Buatkan konsepnya.
7. Konsep dites terlebih dahulu pada kelompok sasaran yanghamper sama dengan kelompok sasaran.
8. Perbaiki konsep dan buat ilustrasi yang sesuai dengan isi.

2.3   Pengertian Booklet

Booklet adalah media komunikasi massa yang bertujuan untuk menyampaikan pesan yang bersifat promosi, anjuran, larangan-larangan kepada khalayak massa dan berbentuk cetakan. Sehingga akhir dari tujuannya tersebut adalah agar masyarakat yang sebagai obyek memahami dan menuruti pesan yang terkandung dalam media komunikasi massa tersebut. Menurut Effendy Sholeh dalam bukunya, periklanan di era masa kini, menyebutkan bahwa booklet adalah suatu sarana periklanan yang mampu menarik banyak konsumen-konsumen produktif. Hal ini disebabkan oleh adanya booklet yang bisa mencakup tidak hanya produk saja, akan tetapi dapat mencakup berbagai jenis-jenis produk yang itu bisa membuat konsumen melakukan perbandingan dalam hal marketing. Jika pengertian booklet ditinjau dari sisi produksi, maka dapat diambil pengertian bahwa booklet adalah sebuah media massa cetak yang bertujuan untuk menyebarkan informasi, memberitahukan informasi. Sehingga pandangan umum masyarakat mengatakan bahwa booklet tidak jauh berbeda dengan promosi atau sponsor-sponsor. Sebagai contohnya adalah sebuah perusahaan wara laba yang menggunakan jasa media komunikasi massa berupa booklet, untuk memasarkan barang-barang yang diproduksinya. Mulai dari bentuk barang produksi.


2.3.1     Keunggulan dan Kelemahan Booklet.
Sesuatu itu tak mungkin bisa lepas dari keunggulan dan kelemahan. Sedangkan keunggulan dan kelemahan dari booklet itu adalah :
1. Keunggulan-keunggulan dari booklet itu adalah bahwa booklet ini menggunakan media cetak sehingga biaya yang dikeluarkannya itu bisa lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan media audio dan visual serta juga audio visual. Proses booklet agar sampai kepada obyek atau masyarakat bisa dilakukan sewaktu-waktu. Proses penyampaiannya juga bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada, lebih terperinci dan jelas, karena lebih banyak bisa mengulas tentang pesan yang disampaikannya.
2. Kelemahan : booklet ini tidak bisa menyebar ke seluruh masyarakat, karena disebabkan keterbatasan. Tidak langsungnya proses penyampaiannya, sehingga umpan balik dari obyek kepada penyampai pesan tidak secara langsung (tertunda). Memerlukan banyak tenaga dalam penyebarannya.



















BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan makalah di atas, dapat disimpulakan bahwa : poster merupakan gambar-gambar yang dirancang sedemikian rupa sehingga menarik perhatian, sedikit menggunakan kata-kata, dicetak pada sehelai kertas atau bahan lain yang ditempelkan pada tempat tertentu. Sebuah poster harus didesain menggugah atau menarik perhatian khalayak terhadap suatu isu, sehingga dapat menyampaikan pesan secara tepat. Sedangkan leaflet merupakan selembar kertas yang berisi tulisan cetak tentang sesuatu masalah khusus untuk suatu sasaran dengan tujuan tertentu. Booklet adalah media komunikasi massa yang bertujuan untuk menyampaikan pesan yang bersifat promosi, anjuran, larangan-larangan kepada khalayak massa dan berbentuk cetakan.















DAFTAR PUSTAKA

Ali,Lukman dkk.1990. Badan Penyuluhan Bahasa Indonesia di Timor Timur. Jakarta:Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Sadiman, arief s. dkk. 2010. Media pendidikan: pengertian, pengembangan, dan pemanfaatannya. Jakarta; Rajawali pers.
Samsoerizal, Slamet dkk.1994. Bahasa Indonesia untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta